GENARASI CEMERLANG
Oleh : Drs.H. Misbahul Munir, M.Pd
1. Mengutamakan Proses dari pada Produk.
Seekor ayam kampung, apabila dijual harganya 3 kali lipat dibanding dengan seekor ayam ras (lehorn), begitu juga telor ayam kampung harganya 3 kali lipat dibanding dengan telor ayam ras (lehorn). Mengapa demikian? Sarang burung walet sungguh harganya begitu sangat menggiurkan, Mengapa demikian? Kalau diperhatikan satu persatu jawabannya tentu adalah karena ayam kampung dalam sisi kehidupannya penuh dengan perjuangan, keprihatinan, bahkan pengorbanan yang tidak pernah dilakukan oleh ayam ras (lehorn), dalam kehidupannya ayam kampung harus mencari makan kesana sini, terkadang makan rerumputan, bahkan kerikilpun dia santap, itupun kalau dapat, bahkan dikala hujan dia rela tidak makan, tidur terkadang di atas pohon, terkadang kehujanan dan kedinginan, Berbeda dengan ayam ras yang kehidupannya penuh dengan glamour, makanan dan minuman sudah tersedia, tempat tinggal sudah ada, yang setiap hari dibersihkan, tidak kehujanan, ada lampu penerangnya yang berfungsi sebagai penghangat ruangan. Sarang burung walet bisa dihargai karena didalamnya terdapat kandungan protein yang tinggi, dalam proses pembuatan sarang, burung walet sedikit demi sedikit melalui air liurnya direkatkan ke dinding atau ke langit-langit bangunan yang tentunya untuk mendapatkan satu sarang membutuhkan waktu antara 3 samapai 6 bulan, berbeda dengan burung-burung lainnya, kalu dia ingin membuat sarang, bisa jadi hanya membutuhkan sehari atau 2 hari saja dan sarangnyapun tidak laku di jual. Perbedaan ini tentunya sudah dapat digambarkan bahwa proses itu lebih utama dari pada produk yang di hasilkan.
2. Kisah Orang terdahulu.
Di dalam Al Qur aanul Karim, banyak kisah-kisah orang terdahulu, yang dalam sisi kehidupannya menjalani proses yang panjang untuk menjadi orang terkenal, Kehidupan para Rasul Allah, boleh dibilang mereka rata-rata yatim atau kalau tidak yatim, mereka diyatimkan oleh Allah SWT. Nabi Adam AS, Nabi Isa AS, Nabi Muhammad SAW, beliau adalah yatim, Nabi Yusuf AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Musa AS, Nabi Ismail AS, mereka memiliki orang tua tapi dijauhkan (diyatimkan) dari orang orang tuanya. Mengapa demikian? Tentunya Allah SWT Zat Yang Maha Agung menjadikan semua ini sebagai ibrah bagi kita umat Islam dalam rangka mempersiapkan generasi cemerlang di masa akan datang.
3. Bagaimana dengan kita?
Dalam realita kehidupan banyak dijumpai di lingkungan masyarakat, baik masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan sudah terjadi pergeseran moral (perilaku) yang cenderung mengarah kepada tindakan kriminal, seperti penyalahgunaan obat terlarang, pergaulan bebas di kalangan remaja, kesiapan dan kemandirian mentalitas yang semakin tidak terkontrol. Melihat kenyataan seperti ini, mayarakat pada umumnya dan para orang tua khususnya mulai mempertanyakan sistem pendidikan kita, seolah-olah baik buruknya remaja terletak pada pendidikan formal, oleh karena itu tidak mengherankan kalau guru (sekolah) menjadi kambing hitam persoalan remaja, padahal pembentukan watak seseorang bukan hanya menjadi tanggung jawab para pendidik dilingkungan pendidikan formal / sekolah, tetapi tanggung jawab pendidikan watak yang pertama dan utama adalah orang tua.
Namun, kenyataan yang ada banyak anak atau remaja tidak merasakan suasana aman dan nyaman dilingkungan keluarganya, hal ini terjadi karena berbagai faktor yang sangat komplek, seperti kesibukan orang tua yang sama-sama bekerja, sehingga menyerahkan urusan anak kepada pembantu, kurangnya keteladanan orang tua yang dibutuhkan oleh anak-anaknya, seolah-olah orang tua hanya mempunyai tanggung jawab yang berhubungan dengan materi saja, padahal segudang permasalahan di rumah tangga perlu segera diatasi.
Sementara itu, pada dasarnya sekolah merupakan suatu wadah kerjasama antara orang tua dan guru untuk menghantarkan anak-anak atau remaja menuju kearah perubahan positif, baik yang berhubungan dengan kecerdasan integensi, kecerdasan emosi maupun kecerdasan spiritualnya. Disisi lain sekolah juga merupakan suatu wadah kebersamaan antara guru dengan murid, bertatap muka dan tempat terciptanya hubungan personal diantara keduanya yang sekaligus merupakan kekuatan pendidikan dan pengajaran.
Dengan melihat kondisi seperti ini, maka yang perlu ditingkatkan dalam pembentukan watak seorang anak / remaja adalah wujud kerjasama segitiga emas antara orang tua, guru dan sang murid itu sendiri yang sekaligus merupakan suatu bagian yang terintegrasi antara yang satu dengan yang lainnya.
4. Anak Belajar dari Kehidupannya.
Dalam berbagai toeri pendidikan dan pembelajaran, sudah banyak para ahli memberikan komentar dan pendapatnya apa yang harus dilakukan untuk mengantarkan anak agar menjadi sukses di masa akan datang, satu contoh Dorothy Low Nolthe mengatakan :
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
Jika anak belajar dengan cemohan, ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan dan rasa iba, ia belajar menyesal diri
Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah
Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian
Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan
Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawaan
Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dengan pikiran
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menentukan cinta dan persahabatan.
Dari ungkapan Dorothy Low Nolthe di atas, jauh sebelumnya Rasulullah SAW telah bersabda bahwa : “Setiap anak yang terlahir ke dunia dalam keadaan suci, maka orangtuanyalah yang menentukan, mau beragama yahudi, beragama nasrani atau beragama majusi”
Seiring dengan hal tersebut, kami berpendapat bahwa minimal ada 5 konsep yang harus dilakukan oleh orangtua dalam mempersiapkan generasi cemerlang di masa akan datang :
a. Keteladanan
Rasulullah SAW diutus ke dunia semata-mata untuk memberikan rahmat ke alam semesta ini, dengan memberikan keteladanan kepada umatnya hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat : 21
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda :
\w5vãh<äbikj%v#*Ræäjmã
Artinya : Sesungguhnya aku di utus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlaq. (HR. Ahmad dan Baihaqi).
Kalau kontek Al Quran sudah begitu jelas bahwa teladan kita adalah Rasulullah SAW, maka sebagai orangtua, sebelum memberikan pembelajaran kepada putra-putrinya haruslah terlebih dahulu menedani Rasulullah SAW dari semua aspek kehidupannya.
Orangtua (ibu) adalah madrasah bagi putra-putrinya, sebagaimana yang kita ketahui seorang anak jauh sebelum terlahir ke dunia, seorang pria disuruh mencari pasangan yang shalihah, selanjutnya tahapan hubungan suami istri hendaknya memohon perlindungan Kepada Allah SWT agar mendapat keturunan yang shaleh pula. Begitu terlahir ke dunia, orang yang berkewajiban mempersiapkan, mendidik dan mengantarkan putra putrinya agar menjadi generasi yang cemerlang adalah orangtua, maka apa yang diperbuat, yang dilakukan oleh orang tua, akan ditiru oleh putra-putrinya.
Orangtua sebagai seorang Pendidik, sebelum mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan, sudah barang tentu dia memiliki bekal yang cukup di bidang ilmu pengetahuannya maupun bekal ruhiyahnya, karena itulah sebagai modal dasar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Ibarat sebuah komputer, bekal ilmu pengetahuan itu adalah perangkat kerasnya (hardware) sedangkan bekal ruhiyah adalah perangkat lunaknya (sofware), ilmu pengetahuan adalah disiplin ilmu yang akan disampaikan dan bisa dikembangkan atau dipelihara dengan cara memperbanyak belajar dan membaca sedangkan bekal ruriyah adalah berhubungan dengan kerjanya hati, seperti keikhlasan dalam memberi materi, kebersihan dan kesucian hati sehingga tumbuh kembang rasa tanggung jawab akan tugasnya hal ini hanya bisa dipelihara dengan memperbanyak shalat malam, dzikir kepada Allah dan membaca Al Qur’an
$pkr'¯»t ã@ÏiB¨ßJø9$# ÇÊÈ ÉOè% @ø©9$# wÎ) WxÎ=s% ÇËÈ ÿ¼çmxÿóÁÏoR Írr& óÈà)R$# çm÷ZÏB ¸xÎ=s% ÇÌÈ ÷rr& ÷Î Ïmøn=tã È@Ïo?uur tb#uäöà)ø9$# ¸xÏ?ös? ÇÍÈ $¯RÎ) Å+ù=ãZy øn=tã Zwöqs% ¸xÉ)rO ÇÎÈ
1. Hai orang yang berselimut (Muhammad),
2. bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari[1525], kecuali sedikit (daripadanya),
3. (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit.
4. atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.
5. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu Perkataan yang berat.
(Al Muzammil : 1 – 5).
[1525] Sembahyang malam ini mula-mula wajib, sebelum turun ayat ke 20 dalam surat ini. setelah turunnya ayat ke 20 ini hukumnya menjadi sunat.
Selanjutnya, memang dalam dunia pendidikan secara zhahir, siapapun mampu menyampaikan materi pembelajaran, namun demikian sangat sedikit sekali yang mampu memberikan keteladanan, padahal keteladanan itu adalah kunci sukses dalam pembentukan watak anak / remaja, sehingga pantas kalau Allah sangat membenci orang yang bisa berkata-kata tetapi ia tidak melaksanakannya (Q.S. Ash Shaf ayat.3). Seorang pendidik sudah selayaknya mengamalkan empat sifat Rasul dalam kesehariannya, dia jujur dan selalu berkata benar, dia dapat dipercaya tidak pernah berkhianat, dia selalu bertutur kata menyampaikan pesan-pesan Allah dan Rasulnya, serta dia berusaha untuk mengembangkan diri, mengasah kecerdasannya untuk belajar dan belajar, sejalan dengan maksud dan tujuan Allah mengutus Muhammad Rasulullah menjadi suri teladan dan untuk menyempurnakan akhlaq umatnya.
Keteladanan adalah pembelajaran pembentukan watak yang paling efektif kerena dia tidak perlu berkata-kata yang banyak, tetapi memberi contoh sebagai fakta aktual dalam kehidupan sebagaimana pribadi Rasulullah “Kaana Khuluquhuu Qur an” adalah akhlaqnya Rasulullah Al Quran. KH. A.A.Gym berkata untuk mengubah bangsa ini supaya bermartabat paling tidak harus mempunyai modal dasar 3M (Mulailah pada diri sendiri, Mulailah dari yang kecil, Mulailah saat ini), artinya seorang pendidik agar bisa memberikan kontribusi yang optimal dalam pembentukan watak anak / remaja tidak hanya dengan kata-kata, tetapi sebelum berbicara dia harus yakin dirinya telah mengamalkannya
b. Doa
Doa adalah permohonan seorang hamba kepada sang Khaliq sebagai bukti pengabdian dan pengakuan diri atas kekurangan/ kelemahan dalam kehidupannya. Doa adalah merupakan motivasi internal sebagai penguat jiwa.
Kaitannya dengan doa ini, para nabi dan rasul selalu bermunajat kepada Allah agar dikaruniakan anak keturunan yang shaleh dan shalihah seperti:
1) doa nabi Zakaria AS :
Ï9$uZèd $tãy $Ì2y ¼çm/u ( tA$s% Éb>u ó=yd Í< `ÏB Rà$©! ZpÍhè ºpt7ÍhsÛ ( ¨RÎ) ßìÏÿx Ïä!$tã$!$# ÇÌÑÈ
38. di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa". (Al Imran : 38)
2) doa nabi Ibrahim AS :
Éb>u ÓÍ_ù=yèô_$# zOÉ)ãB Ío4qn=¢Á9$# `ÏBur ÓÉLÍhè 4 $oY/u ö@¬6s)s?ur Ïä!$tãß ÇÍÉÈ
40. Ya Tuhanku, Jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan Kami, perkenankanlah doaku. (Ibrahim : 40)
3) doa mendapatkan anak keturunan yang baik
tûïÏ%©!$#ur cqä9qà)t $oY/u ó=yd $oYs9 ô`ÏB $uZÅ_ºurør& $oYÏG»Íhèur no§è% &úãüôãr& $oYù=yèô_$#ur úüÉ)FßJù=Ï9 $·B$tBÎ) ÇÐÍÈ
74. dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Al Furqan : 40)
c. Makanan yang Halal
d. Pendidikan yang berkualitas
e. Shadaqah
Dilihat dari segi bahasa “Budi Pekerti” adalah akal pikiran, tabiat, tingkah laku, watak karakter. Sedangkan pengertian dalam bahasa Inggris, budi pekerti diterjemahkan sebagai “Moralitas”. Moralitas mengandung beberapa pengertian antara lain : adat istiadat, sopan santun dan perilaku. Sungguhpun demikian pengertian budi pekerti yang paling hakiki adalah perilaku.
Sikap dan perilaku budi pekerti mengandung lima jangkauan sebagai berikut :
Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Allah
Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri
Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga
Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan negara
Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar.
Dengan demikian, maka dapatlah ditarik sebuah pengertian bahwa budi pekerti itu adalah suatu sikap dan perilaku yang berhubungan dengan kelima jangkauan tersebut.
III. POKOK PERMASALAHAN.
Sekolah yang merupakan bagian yang terintegrasi dalam pembentukan watak seorang anak / remaja, melihat beberapa celah sejauh mana peran serta sekolah dalam memberi kontribusi pembentukan watak seorang anak / remaja sebagai bekal kehidupannya
IV. DASAR TEORI
Sebagai dasar atau landasan pemaparan dalam pembentukan sikap dan perilaku ada beberapa bahan sebagai acuan pegangan sebagai berikut :
1. Artinya : Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak
kamu kerjakan. (Q.S. Ash Shaf ayat. 3)
2. Artinya : Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(Q.S. Al Ahzab ayat. 21)
3. Al Hadits
Artinya : Sesungguhnya aku di utus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlaq. (HR. Ahmad
dan Baihaqi)
4. Sifat wajib bagi Rasul
a. Siddiq artinya jujur / benar
b. Amanah artinya dapat dipercaya
c. Tabligh artinya menyampaikan
d. Fathonah artinya pandai
5. Dasar, Fungsi dan Tujuan Sistem Pendidikan Nasional
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Repuplik Indonesia tahun
1945.
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
V. PEMBAHASAN
Sesuai dengan pokok permasalahan yang diangkat dan berdasarkan dasar atau landasan teori diatas, maka sesungguhnya sekolah turut memberikan andil yang cukup besar dalam pembentukan watak anak / remaja, tentunya apabila sekolah “Guru” mengetahui betul posisinya sebagai seorang “Pendidik” , bukan hanya sekedar mengajar di depan kelas tetapi sekaligus sebagai sosok yang patut diteladani.
Seorang Pendidik, sebelum mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan, sudah barang tentu dia memiliki bekal yang cukup di bidang ilmu pengetahuannya maupun bekal ruhiyahnya, karena itulah sebagai modal dasar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Ibarat sebuah komputer, bekal ilmu pengetahuan itu adalah perangkat kerasnya (hardware) sedangkan bekal ruhiyah adalah perangkat lunaknya (sofware), ilmu pengetahuan adalah disiplin ilmu yang akan disampaikan dan bisa dikembangkan atau dipelihara dengan cara memperbanyak belajar dan membaca sedangkan bekal ruriyah adalah berhubungan dengan kerjanya hati, seperti keikhlasan dalam memberi materi, kebersihan dan kesucian hati sehingga tumbuh kembang rasa tanggung jawab akan tugasnya hal ini hanya bisa dipelihara dengan memperbanyak shalat malam, dzikir kepada Allah dan membaca Al Qur’an (Q.S. Al Muzammil ayat. 1 – 4).
Selanjutnya, memang dalam dunia pendidikan secara zhahir, siapapun mampu menyampaikan materi pembelajaran, namun demikian sangat sedikit sekali yang mampu memberikan keteladanan, padahal keteladanan itu adalah kunci sukses dalam pembentukan watak anak / remaja, sehingga pantas kalau Allah sangat membenci orang yang bisa berkata-kata tetapi ia tidak melaksanakannya (Q.S. Ash Shaf ayat.3). Seorang pendidik sudah selayaknya mengamalkan empat sifat Rasul dalam kesehariannya, dia jujur dan selalu berkata benar, dia dapat dipercaya tidak pernah berkhianat, dia selalu bertutur kata menyampaikan pesan-pesan Allah dan Rasulnya, serta dia berusaha untuk mengembangkan diri, mengasah kecerdasannya untuk belajar dan belajar, sejalan dengan maksud dan tujuan Allah mengutus Muhammad Rasulullah menjadi suri teladan dan untuk menyempurnakan akhlaq umatnya.
Keteladanan adalah pembelajaran pembentukan watak yang paling efektif kerena dia tidak perlu berkata-kata yang banyak, tetapi memberi contoh sebagai fakta aktual dalam kehidupan sebagaimana pribadi Rasulullah “Kaana Khuluquhuu Qur an” adalah akhlaqnya Rasulullah Al Quran. KH. A.A.Gym berkata untuk mengubah bangsa ini supaya bermartabat paling tidak harus mempunyai modal dasar 3M (Mulailah pada diri sendiri, Mulailah dari yang kecil, Mulailah saat ini), artinya seorang pendidik agar bisa memberikan kontribusi yang optimal dalam pembentukan watak anak / remaja tidak hanya dengan kata-kata, tetapi sebelum berbicara dia harus yakin dirinya telah mengamalkannya.
Disinilah peran serta sekolah yang mampu memberi kontribusi dalam pembentukan watak anak / remaja yaitu dengan cara memberi keteladanan dilingkungan sekolah bahkan memberi keteladanan dimanapun dan kapanpun dia berada. Ingat, dalam sebuah hadits disebutkan :
Kelak dihari kiamat, ada sekelompok manusia ahli surga, mereka berdiri di depan pintu surga, kemudian Malaikat Ridwan mempersilahkannya agar segera masuk ke dalam surga, tetapi sekelompok manusia ini berkata kepada Malaikat Ridwan, Wahai Malaikat Allah, sungguh kami tidak berhak mendapat surga Allah ini, karena kami tidak mungkin bisa berdiri didepan pintu surga ini (menjadi anak yang shaleh) tanpa jasa dan bimbingan guru-guru kami, maka kemudian Malaikat Ridwan menyampaikan kepada Allah, dan Allah pun memasukkan kelompok guru lebih dahulu ke dalam surga kemudian kelompok murid dibelakangnya.
VI. KESIMPULAN
Sekolah adalah lembaga pendidikan terpercaya dalam mendidik dan mengantarkan anak / remaja menjadi orang yang berguna dan bermanfaat di masa depannya. Sekolah harus menyambutnya dengan penuh tanggung jawab dan segera mengambil langkah-langkah kongkrit dalam mengemban kepercayaan masyarakat. Unsur sekolah (guru) adalah ujung tombak keberhasilan pendidikan, maka mereka harus memiliki bekal yang cukup di bidang ilmu pengetahuan dan bekal ruhiyahnya.
Dalam pembentukan watak anak / remaja, saat ini bukan hanya dengan kata-kata yang kita sampaikan tetapi perlu keteladanan dari para pelaku pendidikan.
Sungguh, guru disisi Allah adalah merupakan orang-orang mulia yang akan dimasukkan kedalam surga-Nya lebih dahulu dari pada murid-muridnya.
VII. PENUTUP
Demikian pemaparan Penanaman Budi Pekerti Melalui Pembiasaan Perilaku di Sekolah, semoga menjadi bahan masukan bagi pelaku pendidikan dan dapat mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bontang, 13 Juli 2005
Misbahul Munir
Konsep Pendidikan Menurut Islam
Dalam al-Qur’an kata pendidikan dikenal dengan istilah tarbiyah. Kata ini berasal dari kata rabba, yurabbi yang berarti memelihara, mengatur, mendidik, seperti yang terdapat dalam surat al-Isra’ [17]: 24. Kata tarbiyah berbeda dengan ta’lîm yang secara harfiyah juga memiliki kesamaan makna yaitu mengajar. Akan tetapi, kata ta’lîm lebih kepada arti transfer of knowladge (pemindahan ilmu dari satu pihak kepada pihak lain). Sedangkan tarbiyah tidak hanya memindahkan ilmu dari satu pihak kepada pihak lain, namun juga penanaman nilai-nilai luhur atau akhlâk al-karîmah, serta pembentukan karakter. Oleh karena itulah, Allah swt menyebut dirinya dengan sebutan rabb yang berarti pemelihara dan pendidik.
Kita selalu dituntut untuk selalu memuji rabb dalam segala kondisi, susah atau senang, bahagia atau susah, mandapat ni’mat atau musibah. Sebab, Tidak ada satupun yang datang dari rabb dalam bentuk keburukan. Semuanya bertujuan untuk kebaikan manusia, karena Tuhan adalah Pendidik (rabb). Kalaupun sesuatu itu buruk dalam pandangan manusia, itu hanyalah disebabkan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia memahami Tuhan (rabb) secara utuh dan menyeluruh. Tetapi ada saatnya nanti, manusia menyadari bahwa sesuatu yang dulu tidak dia senangi, ternyata Tuhan berikan demi kebaikannya. Ibarat seorang anak yang dilarang bermain oleh ibunya, sehingga dia kesal dan mengatakan ibunya tidak menyayanginya. Setelah dia dewasa dan meraih kesuksesan hidup, barulah dia sadar bahwa apa yang dilakukan ibunya adalah demi kebaikannya, walupun wujudnya ketika itu tidak menyenangkannya.
Terkait dengan konsep pendidikan dalam Islam, Allah swt telah menggariskannya dalam surat Ali Imran [3]: 79
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ
Artinya : “Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.”
Dari ayat di atas diketahui, bahwa tujuan pendidikan bukan menjadikan manusia sebagai hamba ilmu, budak teori atau penkultusan kepada seorang tokoh ilmuwan. Tetapi tujuan utama dari pendidikan adalah menjadikan manusia sebagai insan rabbani (manusia yang berketuhanan). Pendidikan tidak hanya menjadikan manusia pintar dan menguasai ilmu pengetahuan, namun menjadikan manusia sebagai manusia yang kenal dan takut dengan Tuhannya dengan ilmu yang dimiliki tersebut.
Agaknya satu bentuk kegagalan pendidikan negara kita adalah, bahwa sistem pendidikan baru dalam kerangka menjadikan manusia pintar dan menguasai ilmu pengetahuan. Tetapi, belum berupaya menciptakan manusia yang sadar akan keberadaan Tuhannya. Di negara ini secara kuantitas agaknya sudah cukup atau bahkan kelebihan orang pintar, namun bangsa ini semkin terpuruk karena kekurangan manusia yang menyadari keberadaan Tuhan dan takut kepada-Nya. Dan itu juga sebabnya kenapa Allah menyebutkan kata ulama dalam al-Qur’an yang bukan saja manusia yang memahami al-kitab (Q.S. asy-Asyu’ara’ [26]: 197, namun juga manusia yang memahami fenomena alam raya dan merangkaikannya dengan sifat takut kepada Allah (Q.S. Fathir [35]: 28) .
Kemudian konsep pendidikan yang diperkenalkan dalam ayat di atas adalah belajar dan mengajar sepanjang masa. Allah swt menyebutkan bahwa ciri insan rabbani itu adalah tu’allimûn wa tadrusûn (mengajar dan belajar). Ada hal yang menarik untuk dicermati, bahwa Allah menggunkan kata kerja dan bentuk fi’il mudhâri’ (Present Continiuos) yang memiliki masa sekarang dan akan datang. Hal itu memberikan isyarat, bahwa manusia rabbani adalah orang yang selalu mengajarkan ilmu yang dia miliki kepada orang lain, dan di saat yang sama dia selalu belajar mencari apa yang belum diketahuinya. Hal itu dilakukannya sepanjang hayat seperti yang diperintahkan Rasulullah saw “Carilah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat”.
Dengan demikian, Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk berhenti mencari ilmu, karena ilmu itu begitu luasnya. Semakin banyak yang diketahui akan semakin sadar manusia itu, bahwa begitu banyak yang belum dia ketahui. Itulah agaknya kenapa dalam wahyu pertama yang diturunkan Allah swt, kata iqra’ diulang dua kali. Hal itu berarti bahwa membaca dan proses belajar harus selalu dilakukan. Sebab, semakin banyak kita membaca semakin mulia kita di depan manusia dan di mata Allah swt, karena kemulian Tuhan akan diberikan kepada orang yang selalu membaca (warabbuka al- akram/ dan Tuhanmu Maha Mulia).
Begitu juga Islam menuntut umatnya untuk menjadi pengembang ilmu dengan mengajarkan apa yang telah diketahui kepada orang lain. Begitulah Rasulullah saw memerintahkan umatnya dalam salah satu hadits beliau. Pertama sekali umatnya dituntut untuk menjadi pengajar (kun ‘âliman), kemudia baru menjadai murid (muta’alliman). Dengan melakukan dua hal di atas, maka tujuan pendidikan menjadikan manusia rabbani bisa diwujudkan.
GENERASI CEMERLANG
OLEH :
DRS. H. MISBAHUL MUNIR, M,Pd
MAKALAH
Disampaikan pada acara “Silaturrahim Nasional ke VI Qiraati”
Tanggal 3 – 6 Maret 2011 Di Samarinda
BONTANG
2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar